Terapi Okupasi: Siap Kerja di Mana Aja (Bagian 2)

Halo, Sedulur! Pada kesempatan kali ini saya akan melanjutkan artikel sebelumnya tentang: Terapi Okupasi: Siap Kerja di Mana Aja (Bagian 1), kali ini menjadi Terapi Okupasi: Siap Kerja di Mana Aja Bagian 2. Informasi ini akan akan membuka mata kita bahwa "Oh, ternyata terapi okupasi itu gini toh, keren ya ternyata!" dilihat dari di mana tempat/setting terapis okupasi bisa mengabdi dan berperan. Kemarin saya sampaikan kalau di bagian 2 ini akan menjadi hal-hal yang anti mainstream, kan? Oke deh, sedulur-sedulur sekalian mungkin belum tahu kalau seorang OTs itu juga ada yang bekerja di:

    1. Sektor Korporasi, Industri, Asuransi dan Mediko-legal (peninjauan hukum medis)
    2. Rumah tahanan, lapas atau penjara
    3. Penanganan kebencanaan, utamanya bencana alam
    4. Pelayanan hunian rumah (housing and residential)

Korporasi, Industri, Asuransi dan Hukum Kesehatan

Work Hardening

Perkembangan layanan terapi okupasi di luar negeri, misalnya di Australia, sudah mencapai di lingkungan industri maupun perusahaan manufaktur (produksi besar & penggunaan mesin). Memangnya ada apa di lingkungan industri? Sedikit dari riset Bertozzi, et al. (2015), menyebutkan bahwa pekerjaan industri berat erat kaitannya dengan permasalahan dengan gangguan pada muskuloskeletal, utamanya tubuh (tulang belakang), leher, alat gerak atas-bawah, di setiap buruh. Banyak model dari terapis okupasi dalam memberikan layanan. Lalu, apa saja yang dilakukan? Berikut di antaranya adalah edukasi work and safety, layanan pre-vokasional maupun vokasional dan program return to work bagi pekerja disabilitas.
Disebutkan oleh Kearns (1997), seorang OTs pelu memahami peran sebagai bagian dalam tim untuk melibatkan pekerja disabilitas dan berperan mengarahkan mereka untuk melewati hambatan dan mencapai keberhasilan dalam program return to work pada pekerja dengan disabilitas. 
Oiya, tidak cuma gangguan secara fisik saja yang dialami pekerja di setting ini, tetapi ada pula permasalahan kejiwaan. Melalui ulasan Randall (2014) mengenai terapis okupasi bidang psikiatri/psikososial yang bekerja di korporasi, asuransi, maupun lembaga hukum, OTs berperan yang sebelumnya mendampingi klien sebagai terapis, menjadi seorang penilai peranan seseorang dengan menilai mana yang lebih baik dilakukan. Maksud dari redaksi tersebut, sedikit saya berikan ilustrasi ketika OTs dihadapkan dengan klien dengan depresi yang bekerja di kantor. Terapis menilai kondisi klien secara lengkap: pemeriksaan dan evaluasi terhadap kondisi klien dengan peranannya, mempertimbangkan masa depan klien, dsb., tanpa memberikan layanan terapi okupasi.
Ringkasnya, OTs di sini merupakan konsultan, konselor, pendamping sementara; bukan sebagai supervisor (pendamping tetap, seperti sekretaris/tim pribadi) dari klien.
Terapis melakukan pemeriksaan.

Randall (2014) mengungkapkan kembali bahwa OTs yang mengabdi di korporasi, asuransi dan mediko-legal perlu membentengi diri dalam berhubungan dengan banyak orang agar tidak mudah terpengaruh. Mengapa begitu? Peranan OTs di sini murni sebagai evaluator, terhubung dan terlibat langsung dengan hukum. Dari penjelasan di atas, bisa diperoleh 2 peranan utama OTs di setting ini, antara lain sebagai pelaku (terapis yang melayani klien) dan sebagai evaluator (konsultan & penilai dari aspek hukum).

Rumah Tahanan, Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) atau Penjara



Kedua, seorang OTs juga dapat bekerja di layanan kesehatan jiwa di penjara atau rumah tahanan. Di Indonesia, ini belum ada ya, kita masih terbatas di layanan rehabilitasi medis di rumah sakit jiwa, maupun di lembaga pemasyarakatan atau panti sosial (ini pun jumlahnya masih sangat terbatas sekali). Melihat di Amerika Serikat dan Kanada, layanan OT di setting ini dikenal dengan forensic setting atau criminal justice setting. Fokus layanannya secara umum adalah bagaimana terapis pada tahanan di suatu penjara/etc. ini bisa membantu tahanan tetap fungsional, terkontrol (psikologis, kognitif, fisik, sosial, dsb), menjamin performa untuk mampu melakukan okupasinya dan mempersiapkan kembali sebelum keluar dari penjara.

OTs Memberikan Yoga pada Tahanan

Chiu et al. (2016) menyebutkan, klien di penjara/forensic setting memiliki kesulitan dalam melakukan ADL (Aktivitas keseharian), merasa terkekang, tidak bebas dan jenuh karena tidak memiliki niatan/rencana melakukan sesuatu dan mengalami stigma bahkan di lingkungan penjara sekalipun. Ditemukan pula bahwa di antara tahanan pun tidak semua sehat, dikatakan rata-rata (87%) klien didiagnosis masalah kejiwaan, itupun adapula dengan tambahan penyakit tambahan (masalah neurologis). Lalu, bagaimana peranan OTs di sana? 
Muñoz, Moreton & Sitterly (2016) menyebutkan, fokus layanan ditujukan pada kemampuan mengembangkan diri dalam masyarakat, kemampuan bekerja dan kemampuan komunikasi (sosial/inter-personal) serta problem solving.

Penanganan Kebencanaan, Utamanya Bencana Alam (Natural Disaster)

Seorang terapis okupasi siap siaga apabila ditugaskan di suatu tempat yang terkena bencana, khususnya bencana alam. Scaffa, et al. (2006) menyebutkan bahwa praktisi terapi okupasi dapat dan perlu dilibatkan dalam 3 aspek kebencanaan: masa persiapan, tanggap bencana dan pemulihan pasca bencana. Ruang lingkup advokasi dari OTs di sini, pertama diprioritaskan kepada masyarakat dengan kebutuhan khusus/penyakit menetap/disabilitas; kedua adalah korban bencana (yang bisa jadi mengalami trauma, depresi, stres, dsb). 

Evakuasi difabel dalam bencana banjir.

Ringkasnya, terapis okupasi melakukan tugasnya untuk memulihkan kontrol, kemauan dan kualitas hidup serta membiasakan hidup di dalam krisis/masa bencara ketika seorang individu, keluarga atau masyarakat terdampak oleh bencana alam maupun buatan.
Lewis (1986) menyebutkan, OTs memperkirakan mengenai tanggapan mereka terhadap bencana yang terjadi, baik secara individu (sebagai manusia) maupun profesional (sebagai OTs), agar memahami mengenai makna okupasi untuk memulihkan dan menegakkan rasa kemanusiaan di masa yang sulit sekalipun.
Terapi Okupasi pada Manajemen Kebencanaan (Jeong et al., 2016)


Pelayanan Hunian Rumah (Housing and Residential Service)


Membantu klien mampu kembali melakukan aktivitas keseharian

Terakhir, adalah layanan terapi okupasi pada hunian rumah/perumahan. Ringkasnya, seorang OTs akan banyak berperan sebagai konsultan pembangunan, desain interior, arsitek dan sejenisnya. Loh, mengapa begitu? Karena OTs disini berperan untuk bagaimana lingkungan klien bisa menjadi sesuai dengan kondisi klien dan mendorong kehidupan klien menjadi lebih adaptif dan tetap mampu fungsional. Seorang OTs yang berkiprah di setting ini, layanannya dapat berupa penataan perabot rumah tangga yang ergonomis, planning pembangunan jembatan (bagi pengguna kursi roda), modifikasi perabot rumah tangga/lingkungan rumah, konsultan pembangunan rumah yang ramah bagi disabilitas dan lansia, dan sebagainya. 

Layanan hunian rumah ini, bila berkaca dari Australia dan Amerika Serikat cenderung berada dalam satu komplek perumahan pensiunan, yang mana dihuni oleh banyak lansia maupun pensiunan pekerja. Menurut Walker & Namara (2013), pemindahan rumah ke lingkungan pensiunan ditengarai oleh keinginan untuk berpindah ke lingkungan yang dapat mendukung kesehatan mereka dan dapat dekat dengan keluarga. Dalam merespon keinginan ini, seorang OTs memberikan dukungan dalam menentukan kecocokan dalam menghubungkan antara individu, lingkungan barunya dan okupasi ingin dilakukan (bisa jadi aktivitas waktu luang atau pekerjaan/usaha yang mau dilakukan di lingkungan baru). 
OTs pula memberikan dukungan kepada individu yang berkeinginan pindah hunian untuk merencanakan apa saja kebutuhannya di masa mendatang (Walker & Namara, 2013).
Modifikasi Kamar Mandi dan Toilet Ramah Lansia

Sejelasnya, dalam memberikan layanan seputar hunian rumah, utamanya kepada lanjut usia, OTs dapat menyarankan lansia mengenai untung-rugi dari tinggal di rumahnya saat ini maupun setelah Ia pindah ke lingkungan baru. Melalui penelitian Reid, Hebert, Rudman (2001) mengenai kehidupan lansia dengan stroke berkursi roda di rumah, timbul beberapa masalah utamanya kepada aksesibilitas kursi roda di lingkungan rumah dan di luar rumah, hambatan lingkungan fisik, pun media kursi roda yang digunakan. Kemudian, apa yang bisa OTs lakukan? 
OTs dapat menentukan masalah yang ditemui klien, menilai hambatan yang ditemui klien, kemudian membantu mengembangkan atau memperbaiki program dengan fokus mendesain lingkungan (fisik) rumah dan membantu pemilihan media kursi roda yang lebih membantu klien (Reid, Hebert & Rudman, 2001).


REFERENSI : 


Bertozzi, L., Villafañe, J. H., Capra, F., Reci, M., & Pillastrini, P. (2015). Effect of an Exercise Programme for the Prevention of Back and Neck Pain in Poultry Slaughterhouse Workers. 22, 36–42. https://doi.org/10.1002/oti.1382
Chui, A. L. Y., Wong, C. I., Maraj, S. A., Fry, D., Jecker, J., & Jung, B. (2011). Forensic Occupational Therapy in Canada : The Current State of Practice. https://doi.org/10.1002/oti.1426
Jeong, Y., Law, M., Dematteo, C., Stratford, P., & Kim, H. (2016). The role of occupational therapists in the contexts of a natural disaster : a scoping review. 8288(March). https://doi.org/10.3109/09638288.2015.1106597
Kearns, Daniel J. (1997). Collaborative rehabilitation at the workplace. 4(2), 135–150. Occupational Therapy International 4(2), 135-150, 1997. Whurr Publisher Ltd.
Lewis, C. S. (1986). Present concerns: A compelling collection of timely journalistic essays. London: C. S. Lewis PTE, Ltd.
Muñoz, J. P., Moreton, E. M., & Sitterly, A. M. (2016). The Scope of Practice of Occupational Therapy in U . S . Criminal Justice Settings. 23, 241–254. https://doi.org/10.1002/oti.1427
Randall, L. (2014). Psychiatric Occupational Therapy in the Corporate, Insurance and Medico-legal Sectors, published in Occupational Therapy in Psychiatry and Mental Health, Fifth Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Ltd.
Reid, Denise T., Hebert, Deborah., Rudman, Deborah. (2001). Occupational performance in older stroke wheelchair users living at home. 8(4), 273–286. Occupational Therapy International 8(4), 273-286, 2001. Whurr Publisher Ltd.

GAMBAR : 
  • https://www.observerbd.com/2018/10/25/1540489638.jpg
  • https://lh3.googleusercontent.com/proxy/70iQPY_SVXdkLlNGypLfgw9Ate_AhcGzkdVEBW72ILyR6OhfvWVfJH9gwr7-rEgDWB2NaoN8llh5utrvh1WO-7ztkHTrnG9g4PcHNY
  • https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEiclGHrI1hxvIOJFEM2QPP7jBOxFLX22E7u5w2l5OqU237owDkUYkNK5eY4ktyIxlnTrhuQ-W8GdRGzc_omehCTRxit5kpttoLyvtCNtRdPmrpohxU6q-0kvjaSTdpyTwsRQX_P6qJrqC3j7PlJ_jw1WeFFEjqZwzTsqQ9BoXY=
  • https://i.pinimg.com/236x/24/9c/eb/249ceb9549d63c6233d81aeb5ecba176--functional-testing-physical-therapy.jpg
  • https://texasptinstitute.com/images/images/Work_Harding.jpg
  • https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn%3AANd9GcQEkSd5j0JdbfeyOjpmK_35J6ENK4FGj0tNn_4_myBSj7f_h2hL&usqp=CAU
  • https://www.bps.org.uk/sites/www.bps.org.uk/files/News/News%20-%20Images/Barbed%20wire.jpg
  • https://i.pinimg.com/474x/b4/29/ab/b429abbd3b521d425c1911c1783dbe66.jpg
  • https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEimqUn4iu5Q0qeMP1mmHi8Spe4SIpYU2ALJvf7ClW_qbpFzb-Bg-6x4hBM2lfgEKPAEXQN8SCEqEfYgr0sTa13izJ-VwUL_3VbM3qF71ViKL9ngHNDbUWIFp53awVf-4vQkAaspWJWISt7KC73WJ6RBz0awT0AEP1YzZStMZDBtT_bEqLrRbJ1-JQz1sTtbZA=
  • https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEikD80RSC34BWT97HbT1Veffm99EV9nL3FZ6xXg0RQfQ5etPrjdGV3jOfnLFL1EdQeWG4OvzKmjJZld_augJrmqjQoIGlPEYQY8lteiMOYuXwGlRvOkuQx85yJ-RFVqQsdU3rkY4FXh2jInBBE555bdKz8Uv6hzKAZhcMd0KTLdTATjS50=

Komentar

Posting Komentar

Popular

Mengenal Occupational Injustice

Urgensi Membangun Diskusi Mahasiswa di Masa Kini